180°

November 15, 2013

Setiap apapun di dunia ini pasti mengalami perubahan, termasuk pada diri setiap manusia. Perubahan bisa berupa perubahan fisik dan perubahan sikap yang mana  perubahan itu bisa dari baik menjadi buruk atau perubahan dari buruk menjadi baik. Pasti yang diharapkan adalah perubahan dari buruk menjadi baik. Aku akan menceritakan suatu perubahan yang aku rasakan berdampak positif karena bisa mengubahku menjadi lebih baik.

Cerita diawali dari saat aku diterima di Jurusan Pendidikan Geografi UPI. Aku sangat gembira sekali mendengar kabar itu karena itulah yang aku harapkan selama ini. Namun perasaan gembira itu mulai terbayang-bayangi oleh perasaan cemas, gundah dan galau saat aku memikirkan bagaimana kehidupanku nanti di Bandung. Sebagai seorang anak bungsu yang terbiasa hidup bersama orang tua dan kedua kakakku, aku merasa takut karena akan hidup ‘sendiri’ di sana. Bagaimana hidupku di Bandung nanti? Siapa yang akan menjaga dan menemaniku? Siapa yang akan memberi perhatian seperti yang sering ibu lakukan padaku? Bagaimana kalau aku sakit? Apakah aku akan betah di sana? Pertanyaan-pertanyaan itulah yang selalu berputar-putar di benakku setiap harinya. Hari demi hari menjelang ‘hijrah’ku ke Bandung dari Cianjur, aku semakin galau. Aku mencoba merangkai momen-momen indah bersama keluarga dan teman-temanku karena sebenarnya aku tak ingin jauh dari mereka. Aku sempat berandai-andai untuk kuliah di Cianjur saja tapi rasanya itu tak mungkin. Keinginan besarku untuk kuliah di Pendidikan Geografi UPI masihlah tetap ada.

Hingga akhirnya hari itu tiba, Minggu 26 Agustus 2012 ditemani keluarga dan saudara-saudara, aku pindah dari Cianjur ke Bandung. Berat rasanya meninggalkan semua yang ada di Cianjur, namun harus bagaimana lagi. Semuanya harus aku hadapi. Ketika Minggu sore keluarga dan saudara-saudaraku pamit pulang, aku merasa sangat sedih. Aku seperti terdampar sendirian di sebuah pulau terpencil dan harus berjuang sendiri untuk bertahan hidup. Setelah kepulangan mereka, aku berpikir hidupku akan berubah 180° mulai saat itu. Segala yang aku cemaskan dulu akan terjadi di sini. Seminggu pertama aku tinggal di kosan, aku merasa homesick. Aku rindu semua yang ada di Cianjur dan yang lebih membuatku sedih adalah saat mengingat ibuku dan semua nasehatnya. ketika menjelang tidur aku sering menangis tiba-tiba. Entahlah, semuanya terasa berat di sini ditambah dengan kegiatan-kegiatan kampus yang cukup menguras tenaga, waktu dan pikiran. Aku sempat berencana akan pulang seminggu sekali ke Cianjur namun ada acara tutorial di kampus setiap sabtu sehingga aku tidak bisa pulang. Semakin lah aku sedih dibuatnya karena tidak bisa pulang ke Cianjur setiap minggunya.

Namun di sini perlahan aku mulai bangkit, mulai menata diri. Aku melihat banyak juga teman-teman sesama perantau yang berasal dari daerah yang lebih jauh daripadaku. Mereka terlihat tegar, bersemangat dan ceria. Mereka sering menyemangatiku dan memotivasiku agar lebih tegar menjalani hidup di sini. Mereka membuka mataku bahwa di sini masih ada Allah, teman-teman dan dukungan dari keluargaku. Aku menjadi lebih baik berkat dukungan dari mereka. Perlahan aku belajar hidup mandiri. Belajar mencuci sendiri, belajar mengatur keuangan pribadi, belajar mengurus diri sendiri, belajar menjadi lebih Islami dan yang utama adalah belajar untuk menjadi pribadi yang lebih baik. 5 minggu berlalu dan perubahan positif itu terus terasa dalam diri. Aku yakin 4 tahun kemudian aku akan menjadi pribadi yang lebih lebih dan lebih baik lagi. Takkan ada Vera yang manja lagi, Vera yang cengeng lagi, Vera yang buruk lagi. Insya Allah. Dan kemudian aku menjadi semakin bersemangat ketika membaca syair dari Imam Syafi’i di Novel Negeri 5 Menara:
Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman
 Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang 
Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan 
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang 
Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan 
Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, kan keruh menggenang 
Singa jika tak tinggalkan sarang tak akan dapat mangsa 
Anak panah jika tak tinggalkan busur tak akan kena sasaran 
Jika matahari di orbitnya tidak bergerak dan terus diam 
Tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang 
Bijih emas bagaikan tanah biasa sebelum digali dari tambang 
Kayu gaharu tak ubahnya seperti kayu biasa Jika di dalam hutan 
(Imam Syafi’i)

You Might Also Like

2 comments

  1. suka kata-katanya imam syafi'i, subhanallah
    tapi aku malah disuruh balik ke kampung halaman setelah kuliah. kan pengen merantau ke negeri orang juga :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha pulang pulang langsung dijodohin nih kayaknya hihihi ;)

      Hapus

Terima kasih ya sudah baca artikelnya. Ayo berkomentar. Tinggalkan jejak di sini ^^

Subscribe