BUDAYA MASYARAKAT DI SEKITAR BENDUNGAN BATU BULAN SUMBAWA
Januari 05, 2016
Bendungan Batu Bulan adalah salah satu bendungan
yang terletak di Kecamatan Moyohulu Kabupaten Sumbawa. Sebagian besar penduduk
yang bertempat tinggal di sekitar Bendungan Batu Bulan tepatnya di Dusun Batu
Ongo Desa Maman termasuk ke dalam Suku Samawa atau Sumbawa, salah satu suku
terbesar di Pulau Sumbawa. Bahasa yang digunakan yaitu Bahasa Samawa. Jika
dilihat dari kosakatanya, Bahasa Samawa ini dipengaruhi oleh Bahasa Sasak,
Bahasa Bali dan Bahasa Jawa. Misalnya saja kata ‘mangan’ dalam Bahasa Sumbawa
dan Bahasa Jawa artinya sama yaitu makan atau kata ‘jaran’ dalam Bahasa Sumbawa
dan Bahasa Jawa artinya sama yaitu kuda.
Suku Sumbawa memiliki tradisi khas yang bernama
Tokal Adat atau Rapat Adat. Tradisi ini berupa pertemuan atau rapat yang
dilakukan menjelang hajatan pernikahan salah satu keluarga. Keluarga yang
memiliki hajat menjadi pihak pelaksana yang difasilitasi oleh Lembaga Adat Desa
dan dihadiri oleh seluruh masyarakat di desa setempat. Setiap warga diharuskan
untuk memberikan iuran berupa sejumlah uang yang tidak ditentukan jumlahnya
kemudian diberikan kepada pihak keluarga yang memiliki hajat pernikahan. Selain
menjadi ajang silaturahmi dan gotong royong, tradisi ini pun menjadi ajang
musyawarah maupun sosialisasi program pembangunan di desa tersebut. Tradisi
Tokal Adat ini masih berlaku di Dusun Batu Ongo Desa Maman.
Perahu-perahu yang berjejeran di tepi Bendungan Batu Bulan, bisa disewa untuk mengelilingi Bendungan ini. (sumber: dokumentasiku) |
Bendungan Batu Bulan (sumber: dokumentasiku) |
Masyarakat di desa ini sudah mulai mengalami
modernisasi dengan adanya rumah bergaya modern dan penggunaan peralatan rumah
tangga modern meskipun ada beberapa rumah yang masih menggunakan rumah panggung
yang bergaya tradisional. Alat pertanian pun telah menggunakan traktor dan
peralatan modern lainnya. Sinyal telekomunikasi dan listrik telah menjangkau
dusun ini.
Sakeco merupakan salah satu kesenian khas suku
Samawa berupa sastra lisan Sumbawa berbentuk puisi atau syair yang dibawakan
oleh dua orang secara berpasangan dan dilakukan secara bergantian yang diiringi
oleh tabuhan alat musik rebana kecil. Kesenian sakeco dimainkan pada acara
pernikahan, khitanan dan upacara-upacara adat, namun saat ini sakeco hanya
diminati oleh orang-orang tua. Menurut perkataan salah satu masyarakat Dusun
Batu Ongo, pemuda jarang meminati dan memainkan kesenian ini ditambah pula
tidak ada sanggar kesenian tempat mempelajari kesenian Sakeco. Jika hal ini terus
dibiarkan maka akan menjadi masalah kelak. Kesenian Sakeco ini lambat laut akan
hilang tergerus oleh masuknya kesenian-kesenian modern, padahal selain
merupakan kesenian khas Suku Samawa, Sakeco ini adalah salah satu sarana
penyebaran nilai-nilai dan norma kebaikan terutama nilai-nilai Agama Islam
sehingga harus tetap dilestarikan.
Terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk
tetap melestarikan kesenian Sakeco ini antara lain:
1. Sakeco
dijadikan atraksi wisata budaya.
Seperti halnya Tari Kecak di Bali
atau Reog di Ponorogo, Sakeco ini dapat dijadikan sebagai atraksi pertunjukan
yang dapat menarik wisatawan untuk menontonnya.
Hal ini akan menambah variasi wisata budaya yang ada di Pulau Sumbawa.
Dibutuhkan kerjasama pemerintah dengan masyarakat untuk menjadikan Sakeco ini
sebagai atraksi wisata. Misalnya pemerintah mengadakan festival tahunan yang di
dalamnya terdapat pertunjukan Sakeco.
2. Adanya
sanggar pelatihan Sakeco.
Jika banyak orang mengenal kesenian
Sakeco dan merasa tertarik terhadapnya maka minat orang untuk belajar kesenian
Sakeco pun akan tinggi sehingga butuh sanggar kesenian Sakeco sebagai tempat
pelatihan atau pertunjukan Sakeco. Dengan adanya sanggar ini, orang yang
berminat belajar Sakeco dan orang yang ahli bermain Sakeco akan berkumpul dan
terus melestarikan serta mengembangkan kesenian Sakeco.
3. Inovasi
Kesenian Sakeco.
Pada awalnya kesenian Sakeco berisi dakwah dan
nasehat-nasehat. Isinya yang monoton itu mungkin salah satu penyebab rendahnya
ketertarikan pemuda terhadap Kesenian Sakeco.
Kesenian Sakeco dapat dikembangkan dan dimodifikasi lagu atau syairnya
yang sesuai dengan perkembangan zaman serta isi atau cerita dalam syair itu
dibuat berbeda agar pendengar terutama pemuda tidak bosan untuk mendengar dan
menikmati kesenian Sekeco ini. Namun tentu inovasi dan pengembangan Sekeco ini
dengan tidak mengubah konsep dasar Kesenian Sakeco sebagai kesenian khas turun
temurun Suku Sumbawa.
Dengan upaya-upaya ini diharapkan Kesenian Sakeco
dapat tetap terjaga keberadaannya dan dapat dikenal oleh masyarakat Indonesia
bahkan dunia.
0 comments
Terima kasih ya sudah baca artikelnya. Ayo berkomentar. Tinggalkan jejak di sini ^^