Glodok Bukan Kodok

Maret 15, 2019

Siang itu jembatan bambu yang melintang di atas sungai muara terlihat rapuh dan menakutkan untuk diseberangi. Satu persatu kaki mulai menjejak di atas jembatan bambu itu dengan perasaan waswas dan takut terjatuh karena di bawah sana arus sungai terlihat tenang tetapi siapa yang tahu keberadaan si predator buaya yang siap menerkam itu di bawah permukaan air sungai. Perlahan tetapi pasti akhirnya sampai juga di seberang sungai muara. Sambil menunggu teman-teman yang lain melewati jembatan, mata ini tertuju pada sosok makhluk kecil nan mungil yang melompat-lompat di atas lumpur pinggir sungai. Tergelitik rasa penasaran, kulihat lebih seksama hewan itu dari jarak dekat. Hewan itu sangat lincah meloncat kesana kemari sehingga sulit untuk diamati secara jelas. Hewan itu mempunyai ukuran yang kecil, matanya menonjol di atas kepala, mempunyai sirip yang digunakan seperti kaki. Sekilas terlihat aneh karena ekornya mirip dengan kecebong tetapi sebenarnya hewan ini termasuk keluarga ikan.

Menyeberangi jembatan bambu yang rapuh
(Sumber: Doc pribadi)

Ikan glodok, itulah sebutannya. Nama latin dari spesies ini adalah periophthalmus sp atau nama lainnya adalah mudskipper (si peloncat lumpur). Mengapa disebut si peloncat lumpur? Ketika perairan surut ikan ini lebih senang menghabiskan waktunya dengan meloncat-loncat di daratan lumpur untuk mencari makan, sedangkan ketika perairan pasang, ikan ini akan berlindung di dalam sarang berupa lubang-lubang lumpur yang mereka buat. Habitat ikan ini berada di daerah ekosistem mangrove dan persebarannya berada di daerah ekosistem mangrove tropis dan subtropis.

Memang benar. Saat aku menemukan dan mengamati ikan itu memang laut sedang dalam kondisi surut sehingga debit air di muara sungai terlihat lebih sedikit dan memunculkan lumpur keabu-abuan. Di sanalah tempat ‘bermain’ bagi ratusan ikan glodok ini. Suatu hiburan tersendiri melihat makhluk kecil itu meloncat kesana kemari karena perasaan aneh, takjub dan baru pertama kali melihat hewan seperti itu. Sayangnya karena pergerakan ikan glodok ini sangat lincah sehingga menyulitkan untuk mengabadikan mereka lewat lensa kamera.


Ikan Glodok yang mampu berjalan di atas lumpur
(sumber: https://www.biodiversitywarriors.org)

Ikan glodok memang bukan kodok meskipun ada beberapa bagian tubuhnya yang mirip kecebong kodok atau katak. Ikan ini memang mempunyai morfologi tubuh yang khas dan disesuaikan dengan habitatnya yang sangat labil karena terpengaruh pasang surut air laut. Siripnya menjadikan ikan ini bisa berpegangan pada permukaan vertical, meloncat di atas lumpur dan berenang dalam air sedangkan untuk bernafas di darat dan di air, ikan ini mengandalkan insang dan kulit. Sungguh hewan yang unik. Di tengah kelabilan pasang surut air laut, ikan kecil ini mampu bertahan hidup dengan baik. Kabarnya ikan glodok merupakan salah satu bukti prasejarah yang memperlihatkan peralihan dari ikan menuju katak atau kodok. Bisa dibayangkan ya jika hewan ini memang benar hewan purba berarti mereka telah mengalami keberlangsungan hidup yang sangat panjang. Sungguh mengagumkan!

Padahal sebenarnya ikan glodok ini mempunyai nilai ekonomis dan nilai gizi yang cukup bagus. Ikan glodok ini dapat dikonsumsi dengan dijadikan ikan asap dan ikan kering. Di Negara China dan Jepang ikan ini sudah menjadi sesuatu yang cukup popular di sana karena selain lezat dijadikan santapan, ikan ini mempunyai khasiat yang bagus untuk memperkuat janin juga untuk meningkatkan stamina lelaki. Kandungan gizi dari ikan glodok yang sudah diolah antara lain protein 24,31%, lemak 0,85%, abu 5,17% dan air sebanyak 43,73%.

Meskipun ikan glodok ini termasuk hewan purba namun habitat ikan glodok saat ini rentan terhadap pencemaran karena saat ini banyak sampah dan zat kimia berbahaya yang masuk ke dalam lingkungan mangrove dan muara sungai. Bukti nyata yang saya saksikan sendiri adalah begitu banyaknya tumpukan sampah di laut lepas saat kami menyebrang hendak menuju Pulau Peucang. Darimana asal sampah-sampah tersebut? Ya dari penduduk yang ada di daratan. Sampah-sampah itu dibuang ke sungai dan terus terbawa hingga berakhir di laut lepas. Sebelum sampai ke laut lepas, tentu akan melewati muara sungai yang merupakan habitat dari ikan glodok ini. Sampah-sampah itu akan mencemari muara sungai dengan berbagai zat kimia berbahayanya sehingga akan berdampak buruk bagi kelangsungan hidup si ikan glodok. Jika terus dibiarkan, lama kelamaan ikan glodok akan berkurang bahkan punah. Hal ini tentu akan sangat disayangkan. Bisa dibayangkan kelak generasi mendatang tak akan pernah sekalipun melihat keberadaan ikan ini secara langsung dan hanya bisa melihatnya lewat gambar. Ironis sekali bukan!

Sampah-sampah yang mencemari muara sungai dan laut skitar TNUK
(sumber: dok. Pribadi)

Tak menyesal rasanya dapat mengunjungi Taman Nasional Ujung Kulon karena aku dapat menemukan berbagai hal dan pengalaman yang sebelumnya tak pernah dialami termasuk salah satunya adalah melihat ikan glodok ini. Siapa yang menyangka di balik kotor dan lembabnya lumpur muara sungai dapat hidup hewan mungil yang unik itu. Setelah mengetahui bahwa hewan itu adalah ikan glodok, maka jangan pernah lagi menganggap sama ikan glodok dengan kodok karena ikan glodok bukan kodok.

You Might Also Like

0 comments

Terima kasih ya sudah baca artikelnya. Ayo berkomentar. Tinggalkan jejak di sini ^^

Subscribe