[Fanfiction] How to Love, Hard to Love (Part 1)
Januari 12, 2014
Title : How to Love Hard to Love
Author : Vera Vega
Genre : Sad Romance
Length : Two Shots
Rating : General
Cast : Junhyung BEAST | Kim Hyuri (OC) | Gikwang BEAST
OST : Hard To Love, How To Love - BEAST
“Gikwang-ah.
Dimana kau? Aku pulang!” suara Junhyung memenuhi seluruh ruangan di rumah ini.
Kepala Junhyung tersembul dari balik pintu kamar untuk memastikan seseorang
yang dicarinya berada di sana. Ternyata
ada. Terlihat seorang lelaki muda sedang asyik mencorat-coret kanvas. Junhyung
menghampiri lelaki itu yang bernama Gikwang.
“Ya!
Sudah kuduga kau pasti ada di sini. Aku sudah pulang. Ini cat minyak yang kau
pesan. Aku simpan di sini,” ujar Junhyung sambil memperhatikan sejenak
coretan-coretan kanvas Gikwang sementara Gikwang malah asyik sendiri terus
mencorat-coret kanvas tanpa mempedulikan kehadiran seseorang yang berada di
dekatnya. Junhyung tersenyum kecil melihat tingkah Gikwang kemudian beranjak
pergi.
Junhyung
merebahkan diri di atas kasur empuknya. Pandangannya menatap langit-langit
kamar sementara pikiran menerawang memikirkan sesuatu. Tak lama ia bangun lalu
duduk di sisi ranjang. Matanya tertuju kepada satu frame foto yang menghiasi
meja di sebelah ranjangnya. Terlihat dalam frame foto itu sepasang suami istri
dengan kedua anak lelakinya sedang tersenyum bahagia. Mereka adalah ayah, ibu,
Junhyung dan Gikwang. Sebuah potret keluarga yang manis nan harmonis.
“Appa,
eomma, bogoshipeo,” lirih Junhyung.
Tak ada jawaban apapun atas ucapan Junhyung itu karena ia berucap pada foto
yang kini dalam genggamannya.
Junhyung
terus menatap foto itu. Menatap raut bahagia dan senyum menyenangkan dari
orang-orang yang sangat berharga dalam hidupnya. Namun kini senyuman itu tak
dapat lagi ia lihat setiap hari sejak hari naas itu. Hari yang menjadi titik
balik dalam hidupnya.
****
“Yeoboseyo. Gikwang-ah, eodiseo? Sudahkah berangkat? Sebentar
lagi upacaranya akan segera dimulai.”
“Ne. Kami dalam perjalanan menuju ke sana. Sabarlah, hyung. Sebentar lagi sampai. Hyung duluan saja ke dalam. Nanti kami menyusul. Ok?”
Hari
ini merupakan saat yang menegangkan bagi Junhyung karena ia akan diwisuda. Hal
yang membanggakan adalah ia termasuk 5 besar lulusan summa-cumlaude dan
merupakan lulusan termuda di Universitas Kyunghee dalam kurun waktu 6 tahun
terakhir ini. Junhyung tak hanya tampan tetapi juga pemuda yang cerdas dan
berbakat. Upacara wisuda sudah dimulai beberapa menit yang lalu. Junhyung duduk
di barisan depan dengan cemas sambil melihat ke arah belakang. Menantikan
keluarganya datang. Sesekali senyumnya mengembang kepada setiap orang yang
menyalaminya tetapi tetap saja di dalam hati ia masih cemas menunggu appa,
eomma dan Gikwang.
Nama
Junhyung sudah dipanggil untuk memperoleh ijazah dan penghargaan dari pihak
universitas tetapi keluarganya belum datang juga. Dengan berat hati Junhyung
hendak maju ke depan panggung tetapi
tiba-tiba sebuah panggilan masuk ke smartphone-nya
dari Gikwang. Ia pun menjawab teleponnya.
“MWO??”
Gerimis
membasuh areal pemakaman. Prosesi pemakaman sudah usai sepuluh menit yang lalu.
Satu persatu pelayat beranjak pulang. Meninggalkan Junhyung sendiri di sana. Junhyung
duduk bersimpuh di depan pusara appa dan eomma-nya yang berdampingan. Pandangannya kosong dan sesekali air matanya
menetes membasahi tanah pekuburan. Hatinya mendung sepekat langit di pemakaman
hari ini. Ia masih tak bisa menerima kenyataan orang-orang yang sangat
dicintainya harus pergi begitu tiba-tiba. Dalam perjalanan menuju upacara
wisuda Junhyung kemarin appa, eomma dan Gikwang mengalami kecelakaan. Mobil
yang ditumpangi oleh mereka dihantam oleh truk yang datang dari arah yang
berlawanan. Seketika mobilnya hancur dan terbakar. Appa dan eomma tewas di
tempat tak bisa terselamatkan lagi sementara Gikwang sempat ditolong oleh
orang-orang di sekitar kejadian.
Setelah
mendapat kabar lewat telepon, Junhyung langsung pergi ke rumah sakit tempat
keluarganya dievakuasi. Dia sudah tak peduli lagi dengan upacara wisudanya. Saat
ini di pikirannya adalah memastikan appa, eomma dan Gikwang baik-baik saja.
Namun takdir berkata lain. Di rumah sakit Junhyung mendapati appa dan eomma-nya
sudah dalam keadaan terbujur kaku. Meninggal. Sementara Gikwang masih tak
sadarkan diri dan sedang dirawat di ICU. Kondisinya cukup parah. Junhyung
sangat terpukul atas kejadian ini. Dia sama sekali tak menyangka Tuhan akan
secepat ini memanggil keluarganya.
Sudah
11 bulan berlalu sejak tragedi naas itu. Perlahan Junhyung mulai menata kembali
kehidupan dia serta adiknya, Gikwang meskipun peristiwa itu telah menimbulkan bekas
luka yang cukup dalam dan tak bisa dihapus dengan mudah. Selain merenggut nyawa
kedua orang tuanya, ternyata kecelakaan itu telah merubah hidup Gikwang untuk
selamanya. Beruntung ia selamat dari maut tetapi ia harus menderita seumur
hidupnya. Gikwang yang kedua kakinya diamputasi karena terjepit dalam mobil
yang terguling. Gikwang yang kehilangan suaranya karena trauma dan Gikwang yang
terkena gegar otak cukup parah sehingga ia kesulitan berinteraksi dengan orang
lain. Kini Gikwang menghabiskan waktunya di atas kursi roda dan tinggal
seharian di rumah diurus oleh Junhyung dan pembantunya.
****
“Annyeong, Gikwang-ah.
Bagaimana tidurmu? Nyenyak kah?” sapa Junhyung saat mereka berada di meja makan
untuk sarapan.
Tak ada respon dari Gikwang. Ia sedang termenung memandangi meja makan sementara tangannya menggenggam sendok. Ternyata kecelakaan tak hanya berdampak pada fisik Gikwang tetapi juga pada kepribadiannya. Gikwang menjadi seorang yang pendiam, apatis dan dingin. Tak banyak respon yang diberikan Gikwang saat Junhyung atau orang lain mencoba berkomunikasi padanya. Ia hanya akan berkomunikasi lewat kertas pada Junhyung apabila ia kehabisan cat minyak dan peralatan melukis lainnya. Hanya itu. Selebihnya ia habiskan dalam diam tanpa kata. Tatapan matanya pun terlihat dingin. Terkadang Junhyung mendapati ada kesenduan dalam sorot mata Gikwang. Hidupnya benar-benar menyedihkan sekarang.
Tak berapa lama, Junhyung selesai sarapan lalu beranjak pergi. Tak lupa ia menggenggam tangan Gikwang sesaat sebelum ia berangkat kerja. Hal ini selalu ia lakukan setiap hari sebagai pertanda kasih sayang Junhyung pada Gikwang. Genggaman tangan itu juga berarti “Kau harus semangat menjalani hidupmu. Aku akan selalu ada di sisimu”. Seperti biasa tak ada respon apa-apa dari Gikwang saat tangannya digenggam oleh sang kakak. Hanya tatapan tanpa ekspresi yang selalu mengiringi kepergian Junhyung.
“Gikwang-ah. Tersenyumlah. Semuanya akan terlihat indah saat kau tersenyum. Gikwang-ah …”
Gikwang terperanjat bangun saat seorang yeoja hadir dalam mimpinya. Mimpi yang tak biasa karena sebelumnya ia tak pernah memimpikan yeoja itu, bahkan mengenalnya pun tidak . Yeoja itu sangat cantik, persis seorang bidadari yang dikirim Tuhan ke bumi. Entah mengapa saat Gikwang menatap wajah yeoja itu perasaannya sangat tenang, damai dan bahagia. Perasaan yang sudah lama hilang dari hatinya. Wajah itu terus menghantui pikiran dan hati Gikwang selama berhari-hari kemudian.
Hari ini di rumah akan diadakan pesta sederhana sebagai perayaan ulang tahun Junhyung. Pesta difokuskan di halaman belakang rumah karena berkonsep garden party. Tamu undangan hanyalah saudara dan sahabat Junhyung. Gikwang diam di salah satu pojok pesta mengamati tamu-tamu yang datang. Sebenarnya Gikwang sama sekali tidak tertarik dengan pesta semacam ini. Ia lebih memilih berada di kamarnya bermain dengan kuas dan cat minyak tetapi demi menghargai hari istimewa hyung-nya ia menghadiri pesta ini. Sementara itu Junhyung yang malam ini terlihat sangat tampan sedang sibuk menyalami tamu-tamunya. Tak berapa lama Gikwang melihat seorang yeoja cantik dengan gaun putih menghampiri dirinya. Gikwang sangat terkejut. Jantungnya berdetak ribuan kali lebih kencang dan wajahnya memerah seakan-akan seluruh darah mengalir ke wajahnya.
“Yeoja itu??!”
Tak ada respon dari Gikwang. Ia sedang termenung memandangi meja makan sementara tangannya menggenggam sendok. Ternyata kecelakaan tak hanya berdampak pada fisik Gikwang tetapi juga pada kepribadiannya. Gikwang menjadi seorang yang pendiam, apatis dan dingin. Tak banyak respon yang diberikan Gikwang saat Junhyung atau orang lain mencoba berkomunikasi padanya. Ia hanya akan berkomunikasi lewat kertas pada Junhyung apabila ia kehabisan cat minyak dan peralatan melukis lainnya. Hanya itu. Selebihnya ia habiskan dalam diam tanpa kata. Tatapan matanya pun terlihat dingin. Terkadang Junhyung mendapati ada kesenduan dalam sorot mata Gikwang. Hidupnya benar-benar menyedihkan sekarang.
Tak berapa lama, Junhyung selesai sarapan lalu beranjak pergi. Tak lupa ia menggenggam tangan Gikwang sesaat sebelum ia berangkat kerja. Hal ini selalu ia lakukan setiap hari sebagai pertanda kasih sayang Junhyung pada Gikwang. Genggaman tangan itu juga berarti “Kau harus semangat menjalani hidupmu. Aku akan selalu ada di sisimu”. Seperti biasa tak ada respon apa-apa dari Gikwang saat tangannya digenggam oleh sang kakak. Hanya tatapan tanpa ekspresi yang selalu mengiringi kepergian Junhyung.
“Gikwang-ah. Tersenyumlah. Semuanya akan terlihat indah saat kau tersenyum. Gikwang-ah …”
Gikwang terperanjat bangun saat seorang yeoja hadir dalam mimpinya. Mimpi yang tak biasa karena sebelumnya ia tak pernah memimpikan yeoja itu, bahkan mengenalnya pun tidak . Yeoja itu sangat cantik, persis seorang bidadari yang dikirim Tuhan ke bumi. Entah mengapa saat Gikwang menatap wajah yeoja itu perasaannya sangat tenang, damai dan bahagia. Perasaan yang sudah lama hilang dari hatinya. Wajah itu terus menghantui pikiran dan hati Gikwang selama berhari-hari kemudian.
****
Hari ini di rumah akan diadakan pesta sederhana sebagai perayaan ulang tahun Junhyung. Pesta difokuskan di halaman belakang rumah karena berkonsep garden party. Tamu undangan hanyalah saudara dan sahabat Junhyung. Gikwang diam di salah satu pojok pesta mengamati tamu-tamu yang datang. Sebenarnya Gikwang sama sekali tidak tertarik dengan pesta semacam ini. Ia lebih memilih berada di kamarnya bermain dengan kuas dan cat minyak tetapi demi menghargai hari istimewa hyung-nya ia menghadiri pesta ini. Sementara itu Junhyung yang malam ini terlihat sangat tampan sedang sibuk menyalami tamu-tamunya. Tak berapa lama Gikwang melihat seorang yeoja cantik dengan gaun putih menghampiri dirinya. Gikwang sangat terkejut. Jantungnya berdetak ribuan kali lebih kencang dan wajahnya memerah seakan-akan seluruh darah mengalir ke wajahnya.
“Yeoja itu??!”
-bersambung-
3 comments
kasian bgt gikwang-nya ver huhu
BalasHapusayo dilanjutin -->lebih panjang dri yg ini ya :D hehe
hehehe emang sengaja bikin Gikwang tercinta tragis manis hihi
Hapusokeeeee
veeee~ itu kenapa yang bogoshipeo-nya dicetak miring tapi appa sama eommanya ngga? kekekeke~ kalo manggil gikwang-ah juga -ah nya dicetak miring ngga?
BalasHapusoh ya itu gikwangnya diulang berkali-kali. gikwang yang.... gikwang yang.... dan gikwang yang... apa ganti pake kata ganti orang aja? #ditabokgikwanglamalama
buru epepnya rilis lagi, lebih panjang sampe 10 lembar hahaha XD
Terima kasih ya sudah baca artikelnya. Ayo berkomentar. Tinggalkan jejak di sini ^^