[Cerpen] Birunya Pelangi Kenangan

Desember 28, 2012

Deg,,deg,,deg,,
Jantungku berdetak lebih cepat. Sekujur tubuhku serasa ditimpa beban yang berat. Kaku. Itulah yang kualami saat  ini. Dia. Anak laki-laki itu sekarang berada di depanku. Tepat di depanku. Setelah sekian lama kami tidak berjumpa. Aku bingung. Apa yang harus aku lakukan. Berjumpa dengan dia kembali, kenangan itu pun muncul kembali. Menyeruak begitu saja di antara berjuta memoriku.

Tiga tahun yang lalu….
Di kelas VA….
“Haaa..!! Tempat pensilku kemanaaaa??” aku berteriak keras saat aku mengetahui tempat pensilku kesayanganku raib dari kolong meja. Saat itu pelajaran setelah jam istirahat akan segera dimulai. Untungnya guruku belum datang. Segera saja aku panik dan mulai mencari benda kesayanganku itu.
“Terakhir tadi kamu taruh dimana tempat pensilnya?” tanya Mila, teman sebangkuku.
“Ya di kolong meja lah. Tadi kan sebelum istirahat kamu liat aku taruh tempat pensil dan bukuku di kolong meja,” jawabku sambil melihat-lihat kolong meja teman-temanku yang lain.
“Ya udah aku bantuin cari ya,” sahut Mila.
Mila pun membantuku mencari tempat pensil itu. Namun sampai guruku datang, barang itu belum aku temukan. Aku sedih karena barang itu adalah barang kesayanganku. Aku mendapatkannya dari mamaku saat aku berulang tahun yang ke-11. Aku takut mamaku marah kalau tahu barang pemberiannya hilang begitu saja. Tanpa terasa air mataku jatuh satu persatu.
Hilangnya tempat pensilku itu masih menjadi misteri sampai ketika aku pulang sekolah, aku menemukan tempat pensilku tergeletak di depan kelasku. Pensil-pensil, penghapus, serutan dan pulpen berserakan dimana-mana sedangkan tempat pensilnya sendiri sudah rusak. Aku sangat terkejut melihatnya. Segera saja aku memunguti benda-benda itu. Kemudian aku baru menyadari dan mengetahui siapa pelaku perbuatan ini. Pasti anak laki-laki itu. TristiOrion Andiyana.
Keesokan harinya waktu isirahat, aku menghampiri Orion saat ia sedang bermain bola . Aku ingin melakukan balas dendam padanya atas perbuatan yang dilakukannya kemarin. Dengan amarah yang meluap-luap, aku berlari masuk ke lapangan lalu merebut bola yang ada di Orion. Aku menendang kuat-kuat ke arah Orion yang berada di tengah lapangan. Jeduggg..Bola itu mengenai dahinya. Aku tersenyum puas melihat ia kesakitan dan dahinya benjol. Lalu aku segera pergi dari tempat itu.


Orion Andiyana. Anak laki-laki itu adalah musuh bebuyutanku sejak kami duduk di kelas III Sekolah Dasar. Awalnya kami berteman biasa. Namun semenjak aku mendapat rangking pertama di penghujung kelas III, kami mulai bertengkar. Semester pertama kelas III, dia mulai sering menjailiku. Mulai dari hal yang kecil sampai hal yang menurutku sudah keterlaluan. Dia pernah menempelkan permen karet  di kursiku dan akhirnya rokku kena permen karet itu. Kemudian aku baru menyadari bahwa ternyata ia iri dengan prestasiku yang menduduki jabatan orang pertama di kelas kami. Dari saat itu kami menjadi musuh besar. Ia tak henti-hentinya menjailiku dan akupun tak pernah gentar untuk melawannya.
“Hehh,,kamu!” panggil Orion padaku. Ketika itu aku dan teman-teman sedang mengobrol di kelas.
Aku berdiri menghadapinya. Tak ada rasa takut pada diriku meskipun kenyataannya badanku lebih kecil daripada Orion. “Apa??” tanyaku dengan nada menantang.
“Kamu ngapain nendang aku pake bola? Kamu lihat ini hasilnya!!” kata Orion sambil menunjuk dahinya yang merah dan agak benjol.
“Hahahaa,,,hebat kan tendangan aku? Sampai benjol begitu seperti telur ayam,” kataku sambil tertawa. Teman-temanku yang lain ikut tertawa juga.
Orion merangsek maju. Wajahnya merah menahan marah. “Kamu menantang aku, hah? Mau kamu apa?”
“Kamu juga maunya apa merusak tempat pensil aku?” nada suaraku ikut meninggi.
“Ohh,,itu. Tempat pensil jelek kaya gitu memang pantas dirusak. Aku tak suka melihatnya,” Orion menyeringai. Nada bicara sangat tak kusukai. Sangat melecehkan sekali! Ingin rasanya aku meninju mukanya itu. Namun sayang, perbuatan itu tak bisa kulakukan karena guruku keburu datang.
Pulang sekolah, aku, Mila, Risna dan Lya pulang bersama. Rumah kami tidak terlalu jauh jaraknya dari sekolah kami, SD Lembur Tengah 3. Sepanjang perjalanan, aku menendangi apapun yang ada di jalan tempatku berjalan. Suasana hatiku masih kacau karena kejadian tadi siang. Kalau saja Bu Juansyah belum datang, pasti wajah Orion sudah babak belur dihajar olehku.
“Sudahlah, Vegga. Jangan marah-marah gitu,” nasihat Lya.
Klontang..klontang..klontang..
Kaleng yang baru saja aku tendang terpental jauh ke jalan. “Habis kesal banget aku lihat tampang si Orion yang menyebalkan itu,” jawabku seadanya.
“Dia memang sudah begitu kelakuannya. Tidak bisa dikasih tahu,” sahut Risna.
“Iya. Tapi hahahaa,,,aku puas sekali melihat dahinya yang benjol itu,”
“Sudahlah..masih ada waktu untuk membalas si Orion itu,” timpal Mila.
Permusuhanku dengan Orion semakin menjadi-jadi saat di akhir semester ganjil kelas V. Dia berhasil menggeser posisiku di rangking pertama. Aku mendapat rangking kedua dan dia rangking pertama! Sialnya aku karena dia bisa berhasil mengalahkanku di semester ini. Namun peristiwa ini tak membuatku mundur. Aku semakin giat bersaing dengannya di kelas baik secara sehat maupun tidak.
“De, kemarin Orion ikut latihan pramuka kan? Kata Yana –sahabat Orion- dia malah main bola di sawah. Betul itu?” tanya Teh Peti, kakak Orion saat hari Minggu kami main di rumah Rita. Tak seperti adiknya, Teh Peti justru baik hati. Kami sering mengobrol atau main bersama di rumah Rita yang kebetulan bertetangga dengan rumah Teh Peti dan Orion.
“Iya, Teh. Kemarin Orion tidak latihan pramuka. Waktu pulang latihan, kita lihat dia bermain bola di sawah dengan teman-teman gengnya,” jawab Mila.
“Huhh,,ada apa dengan anak itu? Sepertinya kelakuannya berubah semenjak dia semester kemarin,” keluh Teh Peti.Bukannya dari kemarin tapi dari dulu juga dia memang begitu. Hatiku berbicara.
“Iya, Teh. Semakin hari dia semakin jail terhadap orang lain di sekolahnya,” lanjut Rita.
“Iya, Teh. Betul,” Risna ikut menimpali.
“Ya sudah. Nanti Teteh bilangin mamanya biar dia dinasihati. Habis sepertinya dia sudah kebal sama nasihat Teteh,”
Ya bagus itu!! Hatiku kembali bersuara.
“Rit, kenapa kamu tidak memberi tahu yang sebenarnya sama Teh Peti tentang kejadian kemarin sih?” tanyaku pada Rita saat Teh Peti sudah pulang ke rumahnya.
“Ya tak enaklah sama Teh Peti-nya. Masa bicara yang jelek-jelek tentang adiknya. Lagian mereka kan sepupu aku,” jawab Rita.
“Habis mau bagaimana lagi? Dia udah keterlaluan. Masa mau dibiarkan saja dia berbuat begitu,” lanjutku sambil agak kesal karena Rita sepertinya lebih membela Orion.
“Sudahlah. Nanti juga dia akan ketahuan kok,” kata Rita. Aku mendengus kesal.
**********
Siang itu, Desi dan Astri sedang berada di koperasi sekolah. Suasana di koperasi sekolah lumayan ramai ketika itu. Mereka duduk di sebuah kursi panjang sambil menunggu koperasi agak kosong. Tiba-tiba mereka melihat Orion dan Yana menyelinap di antara kerumunan siswa lain yang sedang berbelanja. Dengan sembunyi-sembunyi mereka mengambil beberapa pensil dan pulpen yang berada di rak dekat mereka. Tak ada seorang pun yang melihat perbuatan mereka kecuali Desi dan Astri  karena saat itu semua orang sedang sibuk dengan kepentingannya masing-masing. Setelah mereka pergi, Desi dan Astri tidak segera melaporkan perbuatan Orion dan Yana kepada guru karena mereka takut. Oleh karena itu mereka menceritakannya kepada aku, Lya, Risna, dan Mila. Aku sangat geram mendengar kelakuan Orion yang semakin menjadi-jadi. Sebenarnya aku ingin melaporkan mereka kepada guru namun aku tak punya cukup bukti untuk melaporkan mereka.
**********
Pelajaran olahraga!! Pelajaran yang cukup tak kusukai karena pelajaran ini sangat merepotkan sekali. Kami harus mengganti baju seragam dengan baju olahraga kemudian harus menggantinya kembali dengan baju seragam. Aarrghhh…
Aku hendak mengambil baju olahragaku dalam tas, namun saat membuka tas aku tidak menemukan kaos  olahragaku. Yang ada hanya celana olahragaku saja. Aku panik. Kemana kaos olahragaku? Langsung saja aku ingat si jail Orion. Aku segera ke lapangan untuk menemui Orion. Di sana ia sedang bermain bola bersama kawan-kawannya.
“Anttoooo,,kemanain kaos olahragaku?” jeritku padanya.
Dia tersenyum. Tanpa banyak kata, dia berpaling dan menunjuk ke arah tiang bendera. Betapa terkejutnya aku melihat sebuah kaos berwarna merah muda-hitam berkibar-kibar di langit yang biru. Itu kaos olahragaku!! Aku menatapnya marah dan langsung berlari ke arah tiang bendera sementara Orion, dia tertawa terbahak-bahak bersama teman-temannya yang juga menyebalkan itu. Duhh,,agak sulit juga menurunkan kaosku itu karena aku tak tahu caranya. Untungnya ada kakak kelasku yang mau membantu aku. Huhhh,,,sangat menyebalkan sekali anak itu. Benar-benar keterlaluan!! Sungguh, aku sangat tak suka kelakuan Orion akhir-akhir ini. Ia benar-benar berubah menjadi anak yang nakal sekali. Bukan hanya menjailiku, kini dia juga mulai menjaili anak-anak lain. Jailannya juga tak main-main. Kadang-kadang sampai keterlaluan sekali. Pernah suatu kali aku mendengar dari adik-adik kelasku bahwa dia memalak uang adik-adik kelas. Aku sangat tak percaya mendengarnya. Aku baru percaya setelah temanku ikut menjadi korbannya. Ini tak bisa dibiarkan lagi.
**********
Siang hari ketika jam istirahat tiba, aku dan teman-temanku sedang berkumpul di depan rumah orang lain. Sekolah kami memang berada di antara kompleks perumahan sehingga kami bebas keluar atau bermain di kompleks tersebut. Tak lama kemudian kami memutuskan untuk jajan. Di tempat jajan, aku yang sudah ingin membeli jajanan mengambil uang dalam dompetku. Namun saat aku merogoh saku jaketku..
“Hahhh,,kemana dompetku?” kataku panik sambil memeriksa semua saku yang ada di seragamku.
“Kenapa, Ve?” tanya Risna heran.
“Dompet aku tak ada. Kemana ya?” aku masih sibuk mencari-cari.
“Ketinggalan mungkin dalam tas kamu,” Mila mengingatkan.
“Mungkin saja. Ya sudah antar aku ke kelas,” kami pun memutuskan untuk pergi ke kelas mencari dompetku.
Setelah dicari, hasilnya nihil. Barangku itu tetap saja tidak ada. Kali ini perasaanku benar-benar tak karuan. Sedih, pusing, kesal, takut. Dua orang temanku, Fauzi dan Yuni menghampiri aku.
“Ve, kamu kehilangan dompet? Sudah tahu siapa yang ambil?” tanya Fauzi.
“Ambil?” tanyaku heran.
“Iya, yang ambil dompet kamu,” jelas Yuni.
Aku menggeleng pelan.
“Siapa lagi kalau bukan si Orion itu? Dia kan suka ngambil barang orang,” kata Yuni lagi.
“Akh masa?” tanya Mila menimpali.
“Tadi aku liat dia masuk ke kelas waktu kelas lagi kosong,” kata Fauzi.
“Sudah aku laporkan ke Ibu Yunia kok, Ve. Tenang saja,” tiba-tiba Elin masuk ke kelas dan menghampiriku.
“Dilaporkan?” tanyaku kaget. Aku tak menyuruh siapapun untuk melaporkan kejadian ini kepada Ibu Yunia.
Dengan santai Orion masuk ke kelas. Peluh membasahi sekujur tubuhnya, mungkin baru beres bermain bola. Ia menatap aku dan kerumunan orang di sekelilingku. Tak ada rasa bersalah atau ekspresi yang mencurigakan di wajahnya. Setelah mengambil handuk kecil dan botol air minum, ia kembali ke lapangan. Aku segera berpikir, mungkinkah dia pelakunya? Aku ragu. Entahlah. Namun perkataan-perkataan Yuni dan Fauzi membuat aku bersugesti bahwa memang dialah pelakunya.
Keesokan harinya, aku dipanggil ke ruang kepala sekolah. Di sana telah ada teman-temanku yaitu Fauzi, Yuni, Mila, Elin, dan Orion. Aku bingung sebenarnya ada apa ini. Setelah dipersilakan duduk, aku ditanya oleh Ibu Yunia dan kepala sekolah perihal dompetku yang hilang kemarin. Tak hanya aku, semua temanku juga ditanya perihal itu. Terlebih Orion, sang tersangka. Saat ditanya, Orion mengaku tidak melihat atau bahkan mengambil dompetku. Tetapi kesaksian Orion disangkal habis-habisan oleh Fauzi dan Yuni. Entahlah. Aku tak yakin Orion yang berbuat. Melihat ekspresinya saat bersaksi, aku menjadi ragu. Akhirnya ‘persidangan’ itu selesai dengan keputusan yang masih menggantung.
Dua hari kemudian,,
“Vegga, bangun..!!” suara mama membangunkanku dari tidur siang.
“Ada apa, ma?” tanyaku terjaga.
“Itu, di warung ada Mamanya Orion. Katanya mau bertemu kamu,”
Mendengar itu aku seperti tersambar petir. Ada angin apa beliau datang ke warung mamaku untuk bertemu denganku? Bergegas aku pergi ke warung. Di sana telah menunggu Mama Orion dengan wajah marah. Aku segera duduk.
“Veggaa, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa kamu menuduh Orion mengambil dompet kamu?” cerca Mama Orion memarahiku.
Aku hanya bisa tertunduk. Tak menyangka akan seperti ini ceritanya.
“Bukan aku yang menuduh kok. Lagipula bukan aku juga yang melaporkan Orion kepada Ibu Yunia,” aku berusaha membela diri. Memang itu kenyataannya kok.
“Alaaahh,,tapi awalnya dari kamu kan. Kalau kamu tidak membesarkan kejadian itu pasti masalah ini tak akan ada. Perlu kamu tahu ya, saya masih bisa dan mampu memberi uang kepada Orion. Memangnya kami miskin sehingga harus mengambil punya orang lain. Dari dulu Orion selalu cerita kalau kamu itu selalu ingin cari gara-gara dengan Orion kan?” Mama Orion terus nyerocos memarahiku.
“Pasti itu salah paham, Bu,” bela bibiku yang juga saat itu sedang ada di warung mendengar percakapan kami.
“Tidak ada salah paham! Memang anak ini saja yang selalu cari gara-gara,” sahut Mama Orion sambil berlalu dari tempat itu.
Selepas beliau pergi, aku segera berlari ke rumah dan langsung menghampiri tempat tidurku. Di sanalah air mataku tumpah ruah. Aku sangat sedih mendapat kemarahan dari Mama Orion. Aku sama sekali tak menyangka akan begini jadinya. Dari awal aku tak pernah ingin menuduh Orion seperti itu. Aku juga tak ingin membawa kasus ini ke pihak sekolah. Tetapi apa dayaku. Nasi telah menjadi bubur.
Di sekolah keesokan harinya, aku melihat Orion dan mamanya keluar dari ruang kepala sekolah sambil membawa berkas-berkas. Wajah Orion terlihat sedih sementara mamanya menatapku tajam. Sepertinya beliau masih marah. Kemudian mereka pergi meninggalkan sekolah. Sepeninggal mereka, anak-anak kelasku dan kelas lain bersorak gembira.
“Pik, ada apa? Kok gembira sekali keliatannya?” tanyaku pada Taupik.
“Kamu belum tahu, Vegga si Orion pindah dari sekolah ini. Horeee,,akhirnya tak ada lagi pengganggu di sekolah ini. Tak ada lagi yang malakin aku tiap hari, horee!!”
Aku pun ikut berteriak gembira saat tahu itu. Takkan ada lagi yang menggangguku sekarang. Yipiii..!!
Pindahnya Orion ke sekolah lain menjadi topik hangat selama seminggu itu. Sampai suatu ketika seorang bapak pemilik rumah di kompleks memberikan sebuah dompet kepada temanku. Lalu temanku memberikan dompet itu kepadaku, mungkin ia berpikir itu milikku. Setelah aku melihatnya, ternyata benar. Itu dompetku yang hilang itu. Aku cepat bersyukur karena dompet itu kembali. Namun,,,aku teringat ORION!!
Ya, Orion. Hatiku seperti disengat listrik 5000 MW. Rasa bersalah langsung menghantui. Aku dan teman-temanku telah menuduh dia mengambil dompetku. Ternyata aku salah. Kami salah. Dialah yang benar. Ya Allah,, apa yang harus kulakukan? Karena kami, dia pindah dari sekolah ini. Hanya karena sebuah kesalahpahaman yang mengecilkan dia. Ekspresi wajahnya saat bersaksi terbayang di benakku. Sikap membela diri mati-matiannya saat menyangkal tuduhan itu. Wajah sedihnya saat meninggalkan sekolah ini seminggu yang lalu. Semua itu terus menari di pelupuk mataku.
Oh Orion. Maafkan aku. Sungguh aku tak bermaksud begitu terhadapmu.
Gara-gara kesalahpahaman itu, keluarganya termasuk Teh Peti membenciku. Gara-gara kesalahpahaman itu, prestasi Orion malah terpuruk di sekolahnya yang baru. Maafkan aku..aku ingin sekali bertemu dengannya dan meminta maaf, tetapi sejak dia pindah aku tak pernah lagi berjumpa dengannya.
**********
Kini dia ada di hadapanku. Anak laki-laki yang dulu menjadi musuhku. Anak laki-laki yang karena salahku, harus menanggung semuanya. Orion, ingin sekali aku mengucapkan satu kata : MAAF, tetapi bibirku kelu untuk mengucap. Kulihat dia menatapku. Sudah tiga tahun tak berjumpa, banyak yang berubah darinya. Tak lama kami bertatapan.
“Kiri !!”
Dia menghentikan angkot yang kami tumpangi. Sebelum turun, ia memberikan senyuman kepadaku. Aku terpana. Sebelum aku sempat membalas senyumannya dan mengucapkan kata maaf, angkot sudah berlalu meninggalkan dia dan kenangan tentang kami. Entahlah. Aku tak tahu apa yang ada dalam pikirannya saat melihatku lagi. Namun satu hal yang pasti, walaupun aku belum mengucapkan kata maaf, semoga ia sudah memaafkanku, dan satu hal lagi, pelangi kenangan kami akan tetap tersimpan dalam hati walaupun berwarna biru.

You Might Also Like

0 comments

Terima kasih ya sudah baca artikelnya. Ayo berkomentar. Tinggalkan jejak di sini ^^

Subscribe